Usiaku empat belas tahun.
Dia menemukan rokokku. Tersimpan dalam laci meja belajarku.
"Ini kamarku!" aku berteriak.
"Charley! Kita sudah pernah bicara tentang ini! Sudah kubilang jangan merokok! Rokok sangat berbahaya! Kenapa kau ini?"
"Kau munafik!"
Ibuku terdiam. Lehernya menegang.
"Jangan pernah kau pakai kata itu."
"Kau sendiri merokok! Kau munafik!"
"Jangan pakai kata itu!"
"Kenapa tidak, Bu? Kau selalu ingin aku pakai kata-kata hebat dalam kalimat. Ini adalah kalimat.. Kau merokok, aku tidak boleh. Ibuku munafik!"
Aku bergerak maju saat meneriakkan semua ini, dan bergerak maju seperti memberiku kekuatan rasa percaya diri, seakan-akan dia tak akan bisa memukulku. Ini terjadi setelah ayah meninggalkan kami, Ibu berhenti bekerja sebagai perawat dan mulai bekerja di sebuah salon kecantikan, baju-baju bergaya terkini menggantikan seragam putihnya... Seperti celana ketat dan blus biru yang dipakainya sekarang. Baju ini menonjolkan lekuk tubuhnya. Aku benci itu.
"Ini aku ambil," teriaknya, menyambar rokokku. "Dan kau tidak boleh keluar rumah, mister!"
"Aku tidak peduli!" aku melotot kearahnya. "Lagipula kenapa juga kau harus berpakaian seperti itu? Kau membuatku jijik!"
"Aku apa?" Sekarang dia ada tepat di depanku, menampari wajahku.
"AKU APA? Aku membuatmu" -plak!- "jijik? aku membuat" -plak!- "kau JIJIK?" -plak!- "Itu kan yang kau" -plak!- "bilang?' -plak,plak!- "Iya,kan? Itu yang kau PIKIR TENTANG AKU?"
"Tidak! Tidak!" teriakku. "Hentikan!"
Aku menutupi kepalaku dan merunduk menjauh. Berlari menuruni tangga dan keluar dari garasi. Aku tetap di luar rumah sampai larut malam. Waktu akhirnya aku pulang, pintu kamar tidurnya tertutup dan sepertinya aku bisa mendengar suara tangisnya. Aku naik ke kamarku. Rokoknya masih ada di situ. Aku menyalakan satu dan mulai menangis juga.
----------------------------------------------------------
Dikutip dan disadur dari sebuah novel berjudul 'For One More Day'
Saat-Saat Ketika Aku Tidak Berbakti Pada Ibu
Diposkan oleh
Rico Hermanto
Monday, September 20, 2010
16 komentar:
terkadang apa yang tidak kita sukai pada seseorang membuat kita jadi membencinya...
ceritanya sarat makna, semoga kita menjadi anak yang berbakti, apapun keadaan orang tua kita... :)
kka... terkadang emosi membuat kita lupa siapa yang kita bentak.. tapi stidaknya hal ini bisa membuat kka sadar untuk ngga mengulanginya lagi... mengeluarkan kata kasar kepada ibu kan ga boleh, apalagi kita udah sampai hati membuatnya menangis... rinie sayang ma ibu...
:)
Tertegun membacanya, aku orang yang sangat mengidolakan orang tuaku, terutama ibu mungkin di luar kontrol bisa melakukan hal yang serupa tap di luar itu, siapapun dia, dia aadlah orang tua kita...
Kunjungan balik dari Pendar Bintang :)
Salam Hangat!
salam kenal dar donngkrak antik...bagi infonya dong biar blog tambah baguss..
terkadang ketika sisi idealis diri yang merasa tertekan dengan penilaian orang tua membuat kita bertindak apa yang tak seharusnya kita lakukan...
semoga kita dapat mengontrol emosi kita ^^
orangtua selayaknya memang harus memberi contoh yang baik... bukan hanya dengan kata-kata saja tetapi melalui perbuatan...
asik...sy cukup menikmati postingan ini.
Terima kasih buat yg dah comment n membaca ^^
datang lagi untuk bersilaturahmi mas..
kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah.
mantap nih kisahnya!
cukup terimajinasikan
penasaran ama bukunya :)
I Liked, bagus bgt..!!!
seberapa besarnya pun kesalahaan orang tua pada anaknya tidak lah pantas seorang anak berkata kasar pada ortunya..
karena jasa ortu ngak kan pernah kebalas sampai kapan pun
kunjungi jg bahan bacaan saya :
jurnal
ekonomi andalas
serius betul sy membacanya ..
saya kira sob yang ngalamin ini
ternyata ..
kunjungan gan.,.
bagi" motivasi.,.
Kegagalan tidak seharusnya membuat kita rapuh .,.
tapi justru itulah cambuk kita menuju kesuksesan.,.
di tunggu kunjungan balik.na gan.,.,
Post a Comment